Seminggu yang lalu, tepatnya pada tanggal 26 April 2016, saya sebagai komisioner Komnas Anak melakukan pemeriksaan sekaligus intervensi terhadap pengaduan ibu seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang dilecehkan oleh teman bermainnya laki-laki berusia tujuh tahun. Korban mengaku bahwa pelaku mengajaknya untuk membuka celana dan menyentuh alat kelaminnya dan memeragakan pose hubungan intim.
Walaupun dalam usia tujuh tahun seoarang anak belum mengalami pubertas, ide perilaku hubungan intim tersebut yang berbahaya dan merusak struktur otak. Saat ini, epidemik adiksi pada internet tidak dapat dilepaskan dengan adiksi terhadap pornografi.
Sesungguhnya adiksi internet pada anak dapat membuka peluang sebagai pintu masuknya pornografi internet. Penularan anak dalam mengenal pornografi zaman sekarang melalui media grup chat di BBM, WhatsApp, dan media sosial (Facebook).
Pada usia delapan tahun anak zaman sekarang berpeluang adiksi pornografi internet. Adiksi terhadap pornografi internet tidak hanya menghancurkan diri anak di masa depan, namun juga menghancurkan sosial budaya. Segala ketergantungan, dalam hal ini pornografi internet, dapat merusak karier, kondisi keuangan, dan pernikahan individu.
Disebut berpengaruh pada budaya dikarenakan jumlah penderita gangguan adiksi ini semakin meningkat tajam dan menjadi epidemik yang merusak mental bangsa Indonesia.
Masih ingatkah Anda kasus predator seksual Emon yang melecehkan anak di bawah umur lebih dari seratus orang korban? Kasus pelecehan dan kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia merupakan fenomena gunung es, di mana dari waktu ke waktu semakin meningkat.