Sering dipakai, kata pelakor bisa masuk KBBI?

Feed.merdeka.com - Pelakor adalah akronim dari perebut laki orang. Istilah tersebut banyak digunakan oleh banyak orang di media sosial atau di kehidupan nyata saat sedang asyik berbincang dengan teman.

Nah lantaran sering digunakan masyarakat pada umumnya, apakah bisa kata pelakor masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)?

Ivan Lanin, wikipediawan yang juga peneroka bahasa Indonesia menjelaskan, berkembangnya kosakata dari media sosial sebenarnya bukan hal aneh.

"Saya pikir fenomena itu biasa. Curcol, curhat, baper juga sama jalurnya: dari kalangan tertentu, lantas meluas ke banyak kalangan," ujar Ivan.

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa kata pelakor punya konotasi negatif karena mengesankan yang salah hanya perempuan.

"Saya merasa lebih pas dengan istilah zaman dulu: WIL (wanita idaman lain). Konotasinya lebih netral," ujarnya menjelaskan.

Ketika membicarakan pelakor, kata ini tidak bersifat netral. Secara umum, istilah tersebut sangat berpihak pada laki-laki karena meminggirkan peran perempuan dalam suatu hubungan.

Artinya, jika menyebut kata pelakor secara otomatis akan menyalahkan perempuan atas sebuah peristiwa perselingkuhan yang sebenarnya, terjadi karena peran kedua belah pihak.

Namun jika menyebut WIL, terasa ada peran laki-laki yang mengidamkan perempuan lain di luar hubungan pernikahannya.

Sementara Junaiyah, ahli bahasa pensiunan Badan Bahasa mengatakan pengambil atau pencuri lelaki orang mengesankan bahwa yang diambil atau dicuri adalah pasif.

"Yang aktif adalah sang pencuri atau pengambil. Padahal, pada kejadian itu keduanya sama aktif secara sembunyi-sembunyi. Keduanya tidak setia pada pasangannya masing-masing. Karena itu, baik pelakor, pebinor (perebut bini orang), dan letise (lelaki tidak setia) harus dipakai sesuai kenyataan yang ada,"jelasnya.

Selanjutnya>>>