Salah-salah, Anda bisa tewas karena tidak bijak mengasup obat anti-biotik.
Feed.merdeka.com - Di musim penghujan seperti saat ini, tubuh kita rentan sekali terserang penyakit seperti flu, demam, bahkan diare. Sebagian orang menggunakan anti-biotik untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Namun, kenyataannya penggunaan anti-biotik yang tidak tepat akan mengakibatkan resistensi anti-biotik yang berujung kematian.
"Resistensi anti-biotik dapat menyebabkan kematian, karena anti-biotik tidak lagi bisa membunuh bakteri atau kuman penyebab penyakit," ungkap dr. Harry Parathon, Sp.OG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.
Apa itu resistensi anti-biotik? Resistensi anti- biotik ialah ketika bakteri dan mikroba tidak responsif terhadap anti-biotik maka kondisi ini disebut sebagai bakteri resisten anti-biotik. Efektivitas obat yang dirancang untuk menyembuhkan atau mencegah infeksi bakteri, malah menjadi berkurang bahkan hilang. Pada kondisi ini, bakteri mampu bertahan hidup dan terus berkembang biak sehingga menyebabkan kerusakan lebih parah pada tubuh.
Resistensi anti-biotik menjadi suatu permasalahan yang pelik. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2013 terdapat 480 ribu kasus baru multidrug-resisten tuberculosis (MDR-TB) di dunia. Dr. Harry Parathon mengungkapkan, pada tahun 2050 diperkirakan akan terjadi sepuluh juta kematian akibat resistensi anti-biotika. "Resistensi akan menjadi pembunuh nomor satu di dunia dibandingkan penyakit kanker pada tahun 2050," ujar dr. Harry.
Melihat permasalah tersebut, kita harus lebih cermat lagi menggunakan anti-biotik yang rasional dengan dosis yang tepat. Sebab tidak semua penyakit perlu ditangani oleh anti-biotik. Penggunaan anti-biotik untuk penyakit yang disebabkan infeksi kuman dan bekteri, bukan mengcegah atau mengatasi penyakit akibat virus. Penyakit yang disebabkan virus seperti flu, demam, atau diare tak seharusnya menggunakan anti-biotik.
Namun, jika Anda menderita pheumonia atau radang paru, dapat mempertimbangkan menggunakan terapi anti-biotik dengan pengawasan dokter. Biasanya dokter akan melihat gejala-gejala infeksi sebelum memberikan anti-biotik pada penyakit saluran pernafasan, seperti demam yang tinggi, perubahan warna dahak, kenaikan kadar sel darah putih.
dr. M. Arifin Nawas, SpP (K)., MARS, pulmonologis dan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, menjelaskan bahwa untuk mengetahui kuman penyebab infeksi, biasanya dokter melakukan prosedur pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas.
Dokter juga akan memberi anti-biotik empirik, yaitu anti-biotik yang digunakan pada kasus infeksi yang belum diketahui kumannya. "Pilihan anti-biotik diberikan berdasarkan data epidemiologik kuman yang ada," ungkap dr. M. Arifin.
Untuk itu, penggunaan anti-biotik tidak boleh sembarangan. Ia harus diberikan dengan dosis yang tepat, segara dihabiskan, dan sesuai resep yang diberikan. Jangan sampai melewatkan waktu pemberian anti-biotik.
Tetap selesaikan program pengobatan yang telah ditentukan meskipun Anda merasa sudah lebih baik. Jika Anda menghentikan pengobatan terlalu cepat, beberapa bakteri dapat bertahan hidup dan bisa menginfeksi kembali.
Baca juga:
Tips Mengobati Sariawan Hanya dalam Tempo Semalam
Pengobatan Alami Anemia pada Anak
Ternyata Obat kanker Sudah Ada di Sekitar Kita Sejak Tahun 1923
3 Alasan Mengapa Kegiatan Rutin Suami-Istri Bisa Memicu Perceraian
21 Januari 2016 14:06