1. HOME
  2.  » 
  3. TAG
  4.  » 
  5. P
  6.  » 
  7. PERISTIWA


  8. Reporter : Anisha    31 Oktober 2015 11:13

    Tepatkah Hukum Kebiri untuk Para Pelaku Kejahatan Seksual pada Anak?

    Ada pihak yang mendukung dan ada pula yang menentang.

    Feed- Belakangan ini marak terjadinya khusus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Kejahatan ini menimbulkan keresahan bagi banyak orang dan menimbulkan ragam kecaman. Pemerintah pun tak hanya diam melihat masalah ini hingga muncullah wacana untuk mengebiri para pelaku kejahatan seksual pada anak.

    Seperti layaknya wacana, ada pihak yang mendukung dan ada pula yang menentang. Penentangan dilakukan oleh gabungan ICIR, Elsam, KontraS, LBH pers, Mappi FH UI, CDS, HRWG, PKBI, Koalisi Perempuan Indonesia, YLBHI, PSHK, LeIP, IPPAI, Sapa Indonesia, Seperlima, YPA, Institute Perempuan, CWGI, Magenta, YPHA, Kalyanamitra, Rumpun Gema Perempuan, Perhimpunan Rahima, Aliansi Satu Visi, dan Perempuan Mahardika.

    Menurut mereka, pengebirian pelaku kejahatan bukan jawaban atas masalah tersebut. Mereka justru menyuarakan keprihatinan atas segala kegagalan pemerintah dalam menanggulangi kejahatan kekerasan seksual pada anak. Seperti yang dikatakan Ninik Rahayu salah satu anggota perwakilan Koalisi Perempuan Indonesia.

    "Kondisi ancaman tubuh perempuan terutama anak, respon yang dibuat pemerintah tidak sistematis. Penghujung 2010 banyak kekerasan pada anak perempuan, tapi respon pemerintah hanya larangan jam malam," ujar Ninik, saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Oktober 2015. "Akhir 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuat satgas kekerasan seksual dan entah sekarang masih berjalan atau tidak," tambahnya lagi.

    Penanganan korban kejahatan seksual memerlukan pendekatan multi-dimensi. Tidak hanya mengandalkan penanganan penegakan hukum pidana semata. Harus ada sistem sinergi dan holistik baik preventif maupun penanggulangan yang efektif untuk mengatasi persoalan kejahatan kekerasan seksual pada anak.

     

    Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014. Tujuannya untuk memperberat ancaman pidana bagi para pelaku kejahatan seksual. Data resmi pemerintah, dari Subdit Remaja, Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, menunjukkan angka kekerasan seksual terhadap anak berada di angka ada 41 kasus di tahun 2015.

    "Bukannya dibongkar kekerasan seksual pada anak dan mengambil langkah konkret, bukan kekerasan dibalas dengan kekerasan. Karena kebiri tidak menyelesaikan masalah dan memiliki efek jera terhadap pelaku," kata Ninik.

    Hal senada dikatakan Anggara sebagai perwakilan ICJR. Menurutnya hukum tersebut tidak tepat dengan dengan sistem pemidanaan nasional. "Hukuman kebiri tidak dibenarkan dalam sistem hukum pidana nasional kita atau tujuan pemindanaan yang dianut oleh sistem hukum Indonesia," ujar Anggara.

    Hukuman kebiri dianggap melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang di berbagai konevensi internasional yang telah diratifikasi dalam hukum nasional. Penghukuman badan dalam bentuk apapun dimaknai sebagai bentuk penyiksaan dan perbuatan merendahkan martabat manusia. Terlebih apabila ditujukan untuk pembalasan dengan alasan utama efek jera yang diragukan secara ilmiah.

    "Segala bentuk kekerasan pada anak, termasuk seksual pada dasarnya merupakan manifestasi atau operasional hasrat menguasai, mengontrol, dan mendominasi terhadap anak. Dengan demikian hukuman kebiri tidak pas untuk permasalahan kekerasan seksual terhadap anak," tambah Anggara.(Anisha Saktian.P/Zika Zakiya)

    Baca juga:

    7 Trik Penjahat Untuk Menjerat Anak Anda

    4 Smartphone Terbaik untuk Anak

    Tips agar Hamil Anak Perempuan

    WHAT DO YOU THINK?
    MUST READ STORIES