1. HOME
  2.  » 
  3. TAG
  4.  » 
  5. I
  6.  » 
  7. INSPIRATIF


  8. Reporter : Anisha    30 Oktober 2015 17:27

    Ini Dia Para Pejuang Berantas Buta Huruf di Indonesia

    Enam orang berjasa ini diganjar Penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka 2015.

    Feed - Enam tokoh masyarakat yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia mendapat apresiasi dari Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas RI) yakni Penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka 2015. Keenamnya dianggap peduli dengan pengembangan perpustakaan dan pembudayaan gemar membaca.

    Mereka bahkan berhasil bekerja mengembangkan perpustakaan sendiri untuk dimanfaatkan oleh masyarakat. Uniknya, perpustakaan ini berada di berbagai tempat yang mungkin belum terjamah informasi dan pengetahuan.

    Keenamnya yakni Sudjatmoko-Sri Widiarti (TBM Dimurti) di Pekalongan; Togu Simorangkir (Yayasan Alusi Sapo Toba) Pulau Samosir, Sumatera Utara; Nuradi Indra Wijaya (Taman Baca Mata Aksara) di Sleman, DI Yogyakarta; Nero Taopik Abdillah (Komunitas Ngejah) di Garut, Jawa Barat; Sri Rossyati dan Sri Irianingsih (Sekolah Darurat Kartini) di Jakarta Utara, DKI Jakarta.

    Penghargaan diberikan kepada keenamnya dalam Malam Penghargaan Nugra Jasadarma Pustaloka 2015 di Gedung SMESCO, Jakarta Selatan, Kamis, 29 Oktober 2015. Dikatakan Kepala Perpusnas RI, Sri Sularsih, mereka disebut sebagai 'Pejuang Literasi' karena ketulusan, kesungguhan, dan komitmen yang kuat. Mereka tanpa lelah selalu mengajak dan memberikan kesadaran masyarakat untuk mau dan terus belajar.

    "Nugra Jasadarma Pustaloka adalah penghargaan tertinggi sekaligus bukti apresiasi dari Perpustakaan Nasional atas semangat, dedikasi dan totalitas tanpa pamrih kepada pihak-pihak yang kami sebut ‘Pejuang Literasi’," kata Sri.

    Togu Simorangkir, sebagai salah satu penerima penghargaan ini, mendirikan Sapo (Rumah) Belajar Lontung di Desa Pardomuan, Samosir. Berbekal 727 eksemplar buku, Togu memulai misinya untuk membuka keterasingan warga sekitar. "Sebenarnya saya tidak suka baca, jadi saya membangun rumah belajar ini agar orang tidak seperti saya," jelas Togu.

    Ia kemudian menggunakan bekas lumbung padi yang berusia sekitar 200 tahun sebagai lokasi belajar. Kegigihan mengangkat derajat masyarakat lokal mendorong Togu untuk kembali membangun rumah belajar.

    Pada September 2013, melalui yayasan Alusi Tao Toba, Togu membangun Sapo Belajar Janji Maria di Desa Parbaba Dolok. "Saat ini, kami memiliki kapal belajar berisikan banyak buku yang berlayar di Danau Toba," ujarnya. (Anisha Saktian.P)

    Baca juga:

    10 Mi Instan dalam Gelas Terbaik 2015, 2 di Antaranya dari Indonesia

    Murid SD Korea Utara Nyanyikan Lagu Indonesia “Tanah Airku”

    Inilah Penyakit Kulit yang Paling Sering Dialami Wanita Indonesia

    WHAT DO YOU THINK?
    MUST READ STORIES